Jakarta – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memantau pergerakan suku bunga simpanan perbankan di Tanah Air, baik yang berdenominasi rupiah maupun valas.

Berdasarkan kelompoknya, kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 1 cenderung lebih tinggi dalam menawarkan suku bunga special (special rate).

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan tren special rate biasanya ada yang berada di atas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP). Namun, saat ini masih belum pada ranah yang mengkhawatirkan.

“Yang kami lihat adalah bank-bank buku 1 dan buku 2 itu cenderung lebih tinggi dibanding tingkat bunga rate yang lain ya,” ujar Purbaya dalam Konferensi Pers, Selasa 30 Januari 2024.

Purbaya menjelaskan, bank-bank KBMI 1 memang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan KBMI 2 dan KBMI 3. Sedangkan, KBMI 4 masih cukup rendah di bawah TBP, yakni 2,78 persen.

“Artinya mereka (Bank KBMI 4) cukup banyak duitnya,” ujar Purbaya.

Adapun, berdasarkan data pergerakan suku bunga terkini tercatat suku bunga pasar simpanan rupiah naik 21 basis poin (bps) ke level 3,5 persen, dibandingkan periode penetapan TBP September 2023 lalu.

“Kondisi likuditas yang masih longgar dan perkembangan ekpansi kredit mempengaruhi keniakan suku bunga simpanan menjadi lebih gradual,” pungkasnya. (*)

Editor: Galih Pratama

Seperti kita ketahui, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Namun seiring berkembangnya teknologi, layanan perbankan kini semakin beragam. Tidak hanya sekadar melakukan transaksi seperti transfer dan tarik tunai, kini kamu bisa membeli pulsa hingga kuota murah melalui ATM ataupun secara online.

Tahukah kamu bahwa bank-bank yang kita kenal selama ini ternyata dikelompokkan menurut tingkatannya? Ada bank skala kecil dan ada bank skala besar. Pengelompokan jenis bank ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Sistem pengelompokan ini dibuat guna meningkatkan daya saing di dalam dunia perbankan agar setiap perusahaan mampu berkembang dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Aturan tersebut kemudian diperbarui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.

Kemudian mengacu pada POJK Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, diatur pula mengenai peningkatan secara bertahap permodalan bank umum, termasuk bank berbadan hukum Indonesia (BHI), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kantor cabang luar negri, yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA (Capital Equivalency Maintained Assets) minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.

Sebelum adanya pengelompokan bank berdasarkan modal inti (KBMI), pengelompokan bank sebelumnya didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Ketentuan mengenai BUKU dapat ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012. Di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.

BUKU 1 merupakan kategori terendah, sedangkan BUKU 4 termasuk kategori tertinggi dibanding BUKU lainnya. Agar kamu dapat lebih memahami perbandingan modal inti setiap kategori, berikut rinciannya:

BUKU 1: Modal inti sampai dengan 1 triliun rupiah.

BUKU 2: Modal inti lebih dari 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah.

BUKU 3: Modal inti lebih dari 5 triliun rupiah hingga 30 triliun rupiah.

BUKU 4: Modal inti lebih dari 30 triliun rupiah.

Karena adanya perbedaan dalam kepemilikan modal inti, maka tiap-tiap kategori memiliki kelengkapan layanan dan cakupan wilayah yang berbeda-beda. Untuk bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 1 dan 2, wilayah kerjanya hanya mencakup wilayah nasional saja. Sementara kategori BUKU 3 dan 4 memiliki fasilitas layanan yang lebih lengkap dan bisa melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri.

Dengan adanya pengelompokan ini, bank umum senantiasa terpacu untuk meningkatkan modal intinya sehingga level kategorinya juga bisa meningkat. Peningkatan kategori ini ini tentu saja akan berpengaruh terhadap cakupan kegiatan usaha yang lebih luas. Pada gilirannya, potensi pendapatan yang bisa diperoleh bank akan lebih besar.

Sejak tahun 2021, OJK tidak lagi mengklasifikasikan bank-bank umum di Indonesia berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1, 2, 3, dan 4. OJK kini menggunakan klasifikasi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).

Dalam aturan terbarunya, OJK menaikkan modal minimal bank di tiap kategorinya. Mengapa penentuan modal inti begitu penting? Karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan tingkat keamanan serta kekuatan suatu bank dalam menghadapi risiko operasionalnya. Artinya, bank dengan modal inti yang tinggi memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam mengelola dana nasabahnya. Begitupun sebaliknya.

Berdasarkan modal intinya, bank dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu KBMI 1, 2, 3, dan 4.

KBMI 1: Modal inti sampai dengan 6 triliun rupiah.

KBMI 2: Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah hingga 14 triliun rupiah.

KBMI 3: Modal inti lebih dari 14 triliun rupiah hingga 70 triliun rupiah.

KBMI 4: Modal inti lebih dari 70 triliun rupiah.

Pengelompokan ini berlaku untuk bank berbadan hukum Indonesia, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, unit usaha syariah bank, dan kantor cabang bank luar negeri (KCBLN). Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.

Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).

Perubahan sistem dari BUKU menjadi KBMI sempat membuat 5 bank “turun kasta”. Kelima bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, PaninBank, Bank Permata, dan Bank OCBC NISP. Kelima bank tersebut kini digolongkan menjadi KBMI 3.

Setelah aturan ini dibuat, ke depannya tidak akan ada lagi bank umum yang memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun. Pada tahun 2021 modal inti bank umum yaitu sebesar Rp2 triliun, dan Rp3 triliun di tahun 2022. Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi persyaratan terkait modal inti, banyak bank kecil yang melakukan right issue atau penambahan modal dari investornya.

Apabila bank tidak mampu memenuhi modal inti minimum sampai batas yang dimaksud, bank-bank tersebut harus “terdegradasi” dan berubah status dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun untuk bisa bertahan, opsi untuk menggabungkan bank atau merger juga dapat dilakukan.

- KMTI UMS PROUDLY PRESENT -🚀 Hello Industrial Engineering Students ! 🔥 Keluarga Mahasiswa Teknik Industri UMS 2021 kali ini akan menyelenggarakan acara Kuliah Umum 1 dengan mengusung tema yang cukup unik dan menarik tentunya yaitu "Membangun Ketahanan Rantai Pasok dengan Sistem Terintegrasi untuk Meningkatkan Daya Saing" 💫 Pelaksanaan acara nanti akan diisi oleh pembicara yang sangat kompeten dan berpengalaman di bidang industri, sayang sekali untuk dilewatkan begitu saja : 🎤Pembicara 1  Ir. Rahmanto Amin Jatmiko, MBA  (Supply Chain Upstream and Operations Project Director PT Nutricia Indonesia Sejahtera &  PT Sari Husada Generasi Mahardika)  🎤 Pembicara 2  Endang Wahyudarti, S.T.  (Alumni Teknik Industri ITB dan Co-Founder & Management Consultant PT Etternell Solusi Mandiri)  👤Moderator   Muhammad Ihsan Maulana  (Mahasiswa Teknik Industri UMS Angkatan 2019)  Ayo gabung segera dan catat waktu pelaksanaannya pad...

ILUSTRASI. OJK memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp 6 triliun. KONTAN/Cheppy A. Muchlis

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski secara industri likuiditas perbankan cukup memadai, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memonitor kondisi kecukupan likuiditas individu perbankan khususnya untuk Bank Umum Konvensional (BUK) KBMI 1 (kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp 6 triliun) tertentu.

"OJK meminta Bank pada kategori tersebut untuk melakukan pemantauan, pemenuhan rasio minimal dan penyampaian laporan terkait rasio likuiditas," ujar  ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara secara virtual pada Senin (27/2).

Ia menyatakan kelompok bank KBMI 1 alias bermodal inti kurang dari Rp 6 triliun ini dapat diperbandingkan dan mengacu pada standar internasional. Standar tersebut berupa Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) yang berlaku untuk posisi data Maret 2023 melalui sistem pelaporan OJK.

Baca Juga: Pasca Merger, Aset Bank MNC (BABP) dan Nobu Bank (NOBU) Bisa Lebih dari Rp 37,98 T

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan likuiditas perbankan masih di atas treshold dan terjaga. Rasio likuiditas memadai, ditunjukkan dari Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) di level 112,64% pada Januari 2023 sedangkan Desember 2022 di level 137,67%.

Sedangkan Alat Likuid terhadap DPK di level 29,20% di Januari 2023 sedangkan Desember 2022 pada 31,20%.

"Selama masih jauh di atas ambang batas masing-masing sebesar 50% dan 10%," tambahnya.

Ia menyatakan kredit perbankan tumbuh 10,53% secara tahunan menjadi Rp 6.311 triliun per Januari 2023. Utamanya ditopang oleh kredit investasi dan modal kerja yang masing-masing tumbuh 12,61% dan 10,3% secara tahunan.

"Secara bulanan, nominal kredit perbankan pada Januari 2023 turun 1,7% atau Rp 112,68 triliun yang merupakan siklus tahunan di awal tahun,” ujarnya.

Baca Juga: OJK: Kredit Perbankan Tumbuh 10,53% Menjadi Rp 6.311 Triliun Pada Januari 2023

Semetara itu, dana pihak ketiga (DPK) perbankan mengalami pertumbuhan 8,03% secara tahunan menjadi Rp 7.954 triliun di Januari 2023. Giro menjadi penopang pertumbuhan DPK.

"Secara bulanan, DPK perbankan pada Januari turun 2,45% atau turun Rp 199,77 triliun," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Maizal Walfajri Editor: Herlina Kartika Dewi

ILUSTRASI. Uang beredar: Teller menghitung uang di Bank Mega, Jakarta, Selasa (12/3/2024). Kewajiban Pemenuhan LCR Bank KBMI 1 Segera Berlaku, Begini Dampaknya ke Perbankan

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank di jajaran kelompok berdasarkan modal inti (KBMI) I mulai 1 Oktober 2024 akan ikut memenuhi Kewajiban Pemenuhan Liquidity Coverage Ratio (LCR) minimum sebesar 100%.

Beleid tersebut saat ini tengah digodok Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kewajiban Pemenuhan Liquidity Coverage Ratio bagi Bank Umum (RPOJK LCR).

Sebelumnya, kewajiban pemenuhan LCR ini hanya berlaku untuk bank KBMI II, III, dan IV. Sehingga dengan berlakunya aturan tersebut, maka seluruh bank umum akan diwajibkan memenuhi LCR.

Baca Juga: Simak Strategi Maybank Indonesia yang Berhasil Menggenjot Kinerja di Kuartal 1 2024

Dalam RPOJK LCR tersebut, OJK mewajibkan bank menyusun rencana tindak untuk mengembalikan pemenuhan LCR minimum 100%, ini berlaku mulai 1 Oktobe 2024 untuk perhitungan LCR harian, dan pada akhir bulan Oktober 2024, bank diwajibkan melakukan penyampaian laporan LCR bulanan, serta akhir bulan Desember 2024 untuk publikasi publikasi perhitungan dan nilai LCR triwulanan melalui situs web Bank.

Pengamat perbankan SVP Head of Riset LPPI, Trioksa Siahaan, mengatakan, upaya regulator mengikutsertakan bank di KBMI 1 memenuhi kewajiban pemenuhan LCR ini akan menimbulkan dampak manfaat serta ruang kontrol dalam aktivitas bisnisnya.

Adapun manfaatnya, bank KBMI 1 tentunya akan memiliki likuiditas yang terjaga dengan baik, sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada seluruh nasabah jika terjadi kondisi penarikan dana. Dus, ini membuat bank lebih konservatif dan lebih likuid dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

Baca Juga: Laba Maybank (BNII) Naik 18,5% Jadi Rp 1,74 Triliun pada Tahun 2023

Namun di sisi lain, aturan kewajiban pemenuhan LCR ini tentunya akan membuat bank di KBMI 1 lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, mengingat jika minimum rasio LCR tidak terpenuhi, maka bank tidak dapat menyalurkan kreditnya.

"Tentunya dengan aturan ini akan terhambat penyaluran kreditnya," ungkap Trioksa.

Selain itu, pada RPOJK LCR Bank Umum ini juga diatur terkait dengan simpanan dan jangka waktunya agar sesuai dengan lama periode penyaluran kredit jatuh tempo.

Adapun OJK menyebut jumlah simpanan yang dapat dikecualikan dari perhitungan arus kas keluar (cash outflow) paling tinggi sebesar total fasilitas kredit atau pinjaman.

Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Noverius Laoli

ILUSTRASI. Uang beredar: Teller menghitung uang di Bank Mega, Jakarta, Selasa (12/3/2024). Kewajiban Pemenuhan LCR Bank KBMI 1 Segera Berlaku, Begini Dampaknya ke Perbankan

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank di jajaran kelompok berdasarkan modal inti (KBMI) I mulai 1 Oktober 2024 akan ikut memenuhi Kewajiban Pemenuhan Liquidity Coverage Ratio (LCR) minimum sebesar 100%.

Beleid tersebut saat ini tengah digodok Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kewajiban Pemenuhan Liquidity Coverage Ratio bagi Bank Umum (RPOJK LCR).

Sebelumnya, kewajiban pemenuhan LCR ini hanya berlaku untuk bank KBMI II, III, dan IV. Sehingga dengan berlakunya aturan tersebut, maka seluruh bank umum akan diwajibkan memenuhi LCR.

Baca Juga: Simak Strategi Maybank Indonesia yang Berhasil Menggenjot Kinerja di Kuartal 1 2024

Dalam RPOJK LCR tersebut, OJK mewajibkan bank menyusun rencana tindak untuk mengembalikan pemenuhan LCR minimum 100%, ini berlaku mulai 1 Oktobe 2024 untuk perhitungan LCR harian, dan pada akhir bulan Oktober 2024, bank diwajibkan melakukan penyampaian laporan LCR bulanan, serta akhir bulan Desember 2024 untuk publikasi publikasi perhitungan dan nilai LCR triwulanan melalui situs web Bank.

Pengamat perbankan SVP Head of Riset LPPI, Trioksa Siahaan, mengatakan, upaya regulator mengikutsertakan bank di KBMI 1 memenuhi kewajiban pemenuhan LCR ini akan menimbulkan dampak manfaat serta ruang kontrol dalam aktivitas bisnisnya.

Adapun manfaatnya, bank KBMI 1 tentunya akan memiliki likuiditas yang terjaga dengan baik, sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada seluruh nasabah jika terjadi kondisi penarikan dana. Dus, ini membuat bank lebih konservatif dan lebih likuid dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

Baca Juga: Laba Maybank (BNII) Naik 18,5% Jadi Rp 1,74 Triliun pada Tahun 2023

Namun di sisi lain, aturan kewajiban pemenuhan LCR ini tentunya akan membuat bank di KBMI 1 lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, mengingat jika minimum rasio LCR tidak terpenuhi, maka bank tidak dapat menyalurkan kreditnya.

"Tentunya dengan aturan ini akan terhambat penyaluran kreditnya," ungkap Trioksa.

Selain itu, pada RPOJK LCR Bank Umum ini juga diatur terkait dengan simpanan dan jangka waktunya agar sesuai dengan lama periode penyaluran kredit jatuh tempo.

Adapun OJK menyebut jumlah simpanan yang dapat dikecualikan dari perhitungan arus kas keluar (cash outflow) paling tinggi sebesar total fasilitas kredit atau pinjaman.

Senada, Ekonom Universitas Bina Nusantara, Doddy Ariefianto, mengatakan,keputusan OJK mewajibkan bank KBMI 1 untuk ikut memenuhi minimum LCR 100% tersebut bertujuan agar seluruh bank di Indonesia memiliki standar likuiditas minimum yang harus dipelihara sebagaimana mengikuti tandar internasional yang berlaku yaitu Basel III terkait The Liquidity Coverage Ratio and liquidity risk monitoring tools yang diterbitkan oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS).

"Jadi saya menilai ini lebih kepada bagaimana nantinya bank KBMI 1 melakukan perencanaan perhitungan LCR nya, estimasi LCR gak gampang," ungkap Doddy.

Lebih lanjut, Doddy mengatakan, kesulitan yang diperkirakan akan dialami bank KBMI 1 nantinya terkait dengan perencanaan menentukan ekspektasi pengeluaran kas bank dalam 30 hari ke depan.

Baca Juga: Terbit Besok, Perbankan Bersiap Menjual SRBI kepada Nasabah Lewat Pasar Sekunder

"Karena ini pembilangnya ekspektasi dari bank berapa dana yg akan keluar, ini tujuannya agar lebih aman likuiditasnya, agar tidak terjadi tiba-tiba penarikan dana yang cukup besar dan membuat defisit," ungkapnya.

Sementara itu, selama ini bank di KBMI 1 yang wajib melakukan pemenuhan LCR ini adalah bank yang lebih dari 50% kepemilikan sahamnya dikuasai oleh asing, atau bank asing yang berkedudukan di Indonesia.

Ambil contoh PT Bank OKE Indoensia Tbk atau OKE Bank, Direktur OKE Bank Efdinal Alamsyah mengatakan, sebagai bank yang lebih dari 50% sahamnya dikuasai asing, yakni OK Financial Co., Ltd Korea sebesar 90.25%, mereka tentu saja sudah memenuhi aturan tersebut sejak Desember 2018 lalu.

Baca Juga: Analisa BRI: Kegagalan SVB Terjadi Karena Kombinasi 5 Risiko Ini

"Kami sudah penuhi sesuai dengan pasal 61 POJK no. 42/POJK.03/2015, jadi kami sudah memenuhi kewajiban LCR ini," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Noverius Laoli